Assalammualaikum wr.
wb. Ukhti^^
Kali ini kami akan
membahas tentang Fallin’ In Love dalam islam.
Jika seorang Muslimah merasakan hatinya
jatuh cinta kepada seorang laki-laki, maka selama ada jalan hendaknya
diusahakan untuk menikah dengannya. Jika tidak ada jalan yang memungkinkan
menikahinya, maka muslimah tersebut wajib Shobr (tabah hati),
sampai Allah menggantikan dengan lelaki yang lebih baik, atau Allah
“menyembuhkannya” dari “sakit” cinta tersebut, atau Allah mewafatkannya. Inilah
solusi yang lebih dekat dengan petunjuk Nash-Nash Syara’ dan lebih menjaga
kehormatan serta dien Muslimah tersebut.
Jatuh cinta kepada lawan jenis, dari segi jatuh
cinta itu sendiri bukanlah aib dan juga bukan dosa. Jatuh cinta adalah hal yang
manusiawi dan menjadi naluri yang ada secara alamiah pada setiap manusia
normal. Nabi, orang suci, orang shalih, dan ulama mengalami jatuh cinta kepada
lawan jenis sebagaimana manusia pada umumnya. Rasulullah SAW. cinta kepada
Khadijah dan Aisyah, ibnu Umar cinta yang sangat kepada istrinya, Ibnu Hazm
cinta pada wanita yang sampai membuatnya menjadi ulama besar, Sayyid Quthub
mencintai wanita namun gagal menikahinya, dll semuanya adalah contoh bagaimana
perasaan itu adalah perasaan yang normal, wajar, natural, dan biasa.
Adapun mengapa orang yang jatuh cinta perlu
mengusahakan menikah dengan orang yang dicintai, maka hal tersebut dikerenakan
Syara’ menunjukkan bahwa solusi cinta terhadap lawan jenis adalah dengan
menikah dengannya. Di zaman Rasulullah SAW. ada seorang lelaki yang jatuh cinta
setengah mati dengan seorang wanita. Lelaki tersebut bernama Al-Mughits dan
wanitanya bernama Bariroh. Rasulullah SAW. yang mengetahui cinta tersebut
merekomendasikan kepada Bariroh agar berkenan menikah dengan Al-Mughits.
Rekomendasi Rasulullah SAW. ini menunjukkan bahwa solusi jatuh cinta adalah
menikah.
Rasulullah sendiri bahkan mengajarkan kepada kita
bahwa menikah adalah obat yang paling mujarab bagi dua orang yang saling
mencintai. Ibnu Majah meriwayatkan;
Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kami belum pernah melihat (obat yang mujarab bagi ) dua orang yang saling mencintai sebagaimana sebuah pernikahan." (H.R. Ibnu Majah)
Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kami belum pernah melihat (obat yang mujarab bagi ) dua orang yang saling mencintai sebagaimana sebuah pernikahan." (H.R. Ibnu Majah)
Nash-Nash ini, dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa menikah adalah solusi syar'i bagi orang yang jatuh cinta.
Oleh karena itu seorang muslimah yang jatuh cinta kepada seorang lelaki bisa memulai mengusahakan menikah dengan lelaki tersebut dengan cara menawarkan dirinya untuk dinikahi. Cara ini lebih tegas, Syar'i, solutif, dan terhormat. Menawarkan diri kepada lelaki untuk dinikahi bukan perbuatan hina dan tercela. Justru wanita yang menawarkan dirinya kepada seorang lelaki adalah wanita yang mengerti solusi Syar'i terhadap problemnya, tegas dalam mengambil keputusan, terhormat karena tahu cara menjaga kehormatannya dengan ikatan pernikahan yang suci, dan mulia karena mengetahui kepada siapa dia harus mempersembahkan bakti. Khadijah adalah contoh wanita mulia yang tahu persis kepada siapa beliau mempersembahkan bakti, dan siapa yang pantas jadi imamnya dalam rumah tangga. Dengan ketegasan sikap beliau, maka Khadijah mendapatkan lelaki yang terbaik di alam ini. Justru sikap yang menjauhi ketakwaan jika seorang wanita mencintai seorang lelaki, lalu perasaan tersebut dipendamnya seraya mengotori hatinya dengan angan-angan tercela. Sesungguhnya angan-angan hati ada yang terkategori dosa sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis dibawah ini;
Dari Ibnu Abbas dia berkata; ‘Saya tidak mengetahui sesuatu yang paling dekat dengan makna Lamam (dosa dosa kecil) selain dari apa yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam: “Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla telah menetapkan pada setiap anak cucu Adam bagiannya dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Maka zinanya mata adalah melihat, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan zinanya hati adalah berangan-anga dan berhasrat, namun kemaluanlah yang (menjadi penentu untuk) membenarkan hal itu atau mendustakannya.” (H.R. Muslim)
Wanita yang menawarkan diri lebih tegas dan jelas sikapnya. Jika hal tersebut bisa berlanjut ke pernikahan, maka hal itu kebahagiaan baginya, namun jika tidak mungkin berlanjut, sikapnya juga sudah jelas dan tinggal menyelesaikan problem sisanya. Wanita yang memendam rasa sambil berfantasi justru berpeluang untuk lebih menderita dan dekat dengan pelanggaran Syara', kecuali wanita-wanita yang dirahmati Allah.
Terkait teknis melakukannya, maka wanita bebas memilihnya diantara berbagai cara yang dianggap paling mudah. Bisa melalui perantara atau langsung dirinya sendiri. Bisa secara lisan, bisa juga melalui tulisan. Bisa sekedar memulai untuk menawarkan atau langsung memulai dengan lafadz pinangan.
Hanya saja, solusi menikah ini tidak bermakna bolehnya memaksa lelaki untuk menikahinya. Hal itu dikarenakan memilih istri adalah hak lelaki yang merupakan pilihan baginya. Sebagaimana wanita berhak memilih calon suami, maka lelaki juga berhak memilih calon istri manapun yang dikehendakinya. Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa lelaki wajib menikahi wanita yang mencintainya. Kisah cinta Al Mughits kepada Bariroh menunjukkan hal tersebut. Betapapun Al-Mughits sangat mencintai Bariroh, dan Nabi juga merekomendasikan Bariroh untuk menikah dengan Al-Mughits, namun Nabi tidak memaksa Bariroh untuk menikah dengan Al-Mughits. Namun, jika cinta itu memang sangat kuat (cinta setengah mati), memang dianjurkan pihak yang dicintai menikahinya sebagai bentuk rohmah, eskipun dia sendiri belum mencintainya.
Jika pihak yang dicintai belum berkenan menikahi dan tertutup semua jalan/kemungkinan untuk menikahi, maka tidak ada jalan bagi muslimah tersebut selain Shobr (tabah hati). Hal itu dikarenakan Syara' memerintahkan Shobr pada semua bentuk musibah yang menyedihkan hati secara mutlak dan berjanji memberikan ganjaran yang besar atasnya. Shobr ini terus dilakukan sambil berdoa sampai Allah memberikan ganti lelaki yang lebih baik, atau Allah menghilangkan perasaan tersebut, atau Allah mewafatkannya.
Dengan cara penyikapan seperti ini, maka seorang muslimah akan senantiasa dalam keadaan beramal. Mendapat nikmat suami bisa beramal Syukur, dan jika gagal bisa beramal Shobr. Semuanya adalah kebaikan baginya.
Sekian ya dari kami Ukhti^^ . Semoga bermanfaat!
Wassalammualaikum wr. wb
sumber-sumber :
0 komentar:
Posting Komentar